Kenali.co.id, NASIONAL – Kapolri Jenderal Listyi Sigit Prabowo mencopot puluhan anak buahnya yang diduga berkaitan dengan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Para perwira tinggi hingga pamen diduga diperintah oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo untuk memuluskan skenarionya.
Salah satunya yakni mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto. Dia dinonaktifkan dari jabatannya dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Belum diketahui peran Kombes Budhi dalam kasus kematian Brigadir J ini. Tetapi dia sudah menjalani pemeriksaan oleh tim khusus.

Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto.
Sejumlah pernyataan Budhi yang sempat menjadi perhatian publik terkait kasus tewasnya Brigadir J, di antaranya:
1. CCTV Diganti
Kombes Budhi Kombes mengklarifikasi kabar bahwa kamera pengawas (CCTV) di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Pol Ferdy Sambo yang diganti berdasarkan keterangan ketua RT setempat yang berlokasi di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.
Kamera CCTV itu, kata Budhi, telah diganti oleh penyidik Bareskrim saat insiden baku tembak antara dua ajudan Ferdy Sambo. Pasalnya kamera pengawas di lokasi itu telah disita oleh penyidik sebagian bagian dari proses penyelidikan.
2. Bharada E penembak terlatih

Ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer atau Bharada E.
Kombes Budhi Herdi Susianto menjelaskan pihaknya telah meminta keterangan atasan Bharada E di Satuan Brimob. Diketahui, Bharada E atau RE terlibat baku tembak dengan Brigadir J di rumah Kepala Divisi Propam Polri Irjem Ferdy Sambo pada Jumat, 8 Juli 2022.
Menurut dia, Bharada E yang ditugaskan sebagai ajudan Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Sambo ini diketahui merupakan pelatih vertical rescue.
Selain itu, kata Budhi, Bharada E juga ternyata memang menjadi tim penembak nomor wahid di kesatuannya Brimob. “Di Resimen Pelopornya, dia sebagai tim penembak nomor 1 kelas 1 di Resimen Pelopor. Ini yang kami dapatkan,” jelas dia.
3. Hasil autopsi

Irjen Ferdy Sambo dan Brigadir Yosua atau Brigadir J
Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengatakan, pihaknya menemukan ada tujuh luka masuk di tubuh Brigadir J.
“Kemudian kami juga menemukan berdasarkan hasil autopsi. Ini ada hasil autopsi tapi masih sementara jadi karena masih sementara, tidak akan kami bacakan semua, namun kami sudah mendapatkan dari Rumah Sakit Polri Kramat Jati di mana dari hasil autopsi tersebut disampaikan bahwa ada tujuh luka tembak masuk dan 6 luka tembak keluar dan satu proyektil bersarang di dada,” ujar Budhi saat rilis kasus di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Selasa 12 Juli 2022.
4. Tembak menembak

Rumah Ferdy Sambo digaris polisi
Kombes Budhi dalam keterangan nya sempat menjelaskan Brigadir J sempat menghardik istri Ferdy Sambo untuk tidak bersuara saat masuk ke kamar pribadinya pada Jumat, 8 Juli 2022.
Saat itu, kata dia, istri Sambo sedang istirahat tertidur karena lelah baru pulang dari luar kota. Nah, tidak diketahui oleh orang lain tiba-tiba Brigadir J masuk dan melakukan pelecehan terhadap istri Sambo.
5. Pelecehan Seks

Putri Candrawati dan Ferdy Sambo
Masih omongan Kombes Budhi, dia mengatakan, istri Sambo berteriak minta tolong kepada personel lain yang memang ada di rumahnya yang membuat Brigadir J panik, karena mendengar ada suara langkah orang berlari dari lantai dua.
Diduga, orang yang berlari itu Bharada RE atau E. Baru separuh tangga, kata Budhi, Bharada RE atau E melihat Brigadir J keluar dari kamar istri Sambo. Kemudian, Bharada RE menanyakan kepada Brigadir J ada apa.
“Bukan dijawab, tapi dilakukan dengan penembakan,” ujarnya. Karena tangganya berbentuk huruf L, tembakan yang diletuskan Brigadir J tidak mengenai Bharada RE tapi hanya mengenai tembok. RE berlindung di balik tangga. “Karena saudara RE juga dibekali senjata, kemudian dia mengeluarkan senjata yang ada di pinggangnya. Nah, ini kemudian terjadi penembakan,” katanya.
Kombes (Purn) Williardi Wizard

Williardi Wizard dan istri Novarina usai diputus hukuman mati
Berbeda dengan Kombes Budhi, Kombes Williardi Wizrad yang ketika itu menjabat sebagai Kapolres Metro Jakarta Selatan terseret kasus pembunuhan berencana terhadap Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen dengan tersangka Ketua KPK saat itu Antasari Azhar.
Dalam persidangan, ia dengan berani mencabut semua pernyataannya di BAP terhadap penahanan Antasari Azhar yang dituduh sebagai otak pembunuhan Nasrudin. Williardi mengungkap semua dibuat atas dasar rekayasa dan di bawah tekanan penyidik polisi.
Rekayasa kasus

Antasari Azhar dan Williardi Wizard Dituntut Hukuman Mati
Dikutip dari berbagai sumber, menurut Williardi, para petinggi polri memintanya membuat BAP yang harus menjerat Antasari sebagai pelaku utama pembunuhan Nasrudin.
Rekayasa ini bermula saat dia dijemput paksa oleh pejabat Polda Metro di rumahnya untuk datang ke kantor polisi. Dalam penjemputan tersebut, dia mengklaim dipaksa membuat BAP ulang.
BAP yang dibuat Williardi pada tanggal 29-30 April ditolak penyidik karena Antasari tidak tersangkut. Karena jaminan itu, lanjut Williardi, ia bersedia menandatangani BAP yang sudah dibuat penyidik.
Namun, yang terjadi keesokan harinya dalam berita televisi, Williardi diplot polisi sebagai salah satu pelaku pembunuhan Nasrudin. Ia pun protes kepada Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iriawan yang turut memeriksanya.

Antasari Azhar dan Williardi Wizard Dituntut Hukuman Mati
dari teman sejawatnya. Kembali ia dijemput Brigjen (Pol) Irawan Dahlan dan langsung dibawa ke kantor Adiatmoko. Sambil minum kopi, ia ditanya apakah kenal dengan Edo, Jerry Hermawan Lo, Antasari Azhar, dan Sigid Haryo Wibisono.
Ia juga ditanya apakah pernah menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Edo dari Sigid. Williardi mengiyakan semua pertanyaan, tanpa tahu ia sedang disidik. Mendengar pengakuan Williardi, Adiatmoko meminta bawahannya untuk langsung menahan Williardi.
Atas perbuatannya ini, Kombes Williardi divonis hukuman penjara selama 12 tahun oleh majelis hakim.
(ega diantara/kenali.co.id)