Kenali.co.id, Jakarta- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Dr. Febrie Adriansyah menyampaikan dalam konferensi pers di depan awak media jurnalis online, televisi, dan cetak mengenai Perkembangan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015 s/d 2021 bertempat di Press Room Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Dalam konferensi pers, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menerangkan bahwa penyelidikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015 s/d 2021 telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, dimana sebelumnya pihaknya telah melakukan kegiatan penyelidikan terhadap kasus ini selama 1 (satu) minggu dan sudah memeriksa beberapa pihak baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kementerian Pertahanan sebanyak 11 (sebelas) orang.
Dalam penyelidikan, Tim Jaksa Penyelidik juga melakukan koordinasi dan diskusi dengan beberapa pihak yang dapat menguatkan pencarian barang bukti, salah satunya auditor di BPKP sehingga diperoleh masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP. Selain itu juga, didukung dokumen lain yang dijadikan alat bukti dalam proses pelaksanaan itu sendiri.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus mengatakan, kasus ini berawal dari tahun 2015 s/d 2021 dimana Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT). Ini merupakan bagian dari Program Satkomhan (Satelit Komunikasi Pertahanan) di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.
“Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik, bahkan saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2015. Kemudian, dalam prosesnya pun, ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu kita tidak perlu melakukan penyewaan tersebut, karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi masih ada waktu 3 (tiga) tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Selanjutnya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menyampaikan, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) yang berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited.
sekitar Rp41.000.000.000 (empat puluh satu miliar rupiah), sekitar Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) yang berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41.000.000.000 (empat puluh satu miliar rupiah), biaya konsultan senilai Rp18.500.000.000 (delapan belas miliar lima ratus juta rupiah), dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp4.700.000.000 (empat miliar tujuh ratus juta rupiah).(*)