Kenali.co.id Jambi- Mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, kembali menjadi saksi perkara korupsi suap uang ketok palu APBD Provinsi Jambi Tahun 2017-2018, Selasa (19/1). Zola yang juga terseret kasus suap ini bersaksi untuk tiga terdakwa, Cekman, Tadjuddin Hasan, dan Parlagutan Nasution.
Selain itu, ada empat saksi lainnya yang diminta keterangan di hadapan ketua majelis hakim Morailam Purba. Mereka adalah Hasan Ibrahim, Syopian, Erwan Malik, dan Abd Salam.
Kehadiran Zola dalam persidangan kasus dugaan tindak pidana suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2017-2018, bukan kali pertama. Sebelumnya mantan suami Sherrin Tharia ini juga dihadirkan dalam sidang kasus yang juga menyeret sejumlah nama mantan anggota DPRD Provinsi Jambi.
Dalam persidangan ini, Zumi Zola mengungkapkan sejumlah fakta persidangan mencengangkan. Dia dicecar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) seputar proses pembahasan Pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2017 dan tahun 2018. Selain itu, putra dari Zulkifli Nurdin ini mengungkapkan, tekanap yang dia terima sejak periode pertama dia menjabat gubernur.
Dari layar video sebuah laptop, Zola mengungkapkan, jika gaji dia sebagai Gubernur tidak bisa mencukupi kebutuhan pribadinya. Dia pun harus mencari cari cara agar kebutuhan itu terpenuhi. Di sini lah, peran dua orang dekat Zumi Zola, yakni Apif Firmansyah dan Asrul Pandpotan.
Menurut Zola, kedua orang dekatnya itu merupakan tempat “curhat” atau diskusi berbagai permasalahan. Mulai permintaan uang ketok palu, permintaan bantuan tokoh masyarakat, hingga kebutuhan pribadi.
“Gaji selaku Gubernur Jambi yang saudara terima berapa? apakah 50 juta?” tanya JPU KPK, Febby Dwiyandosfendi. Pertanyaan ini beberapa kali diulang JPU KPK karena jawaban Zumi Zola dianggap tidak sesuai. “Saya tidak tahu, tidak ingat. Yang jelas permintaan kepada saya lebih besar dari gaji,” kata Zola.
Ia mengatakan ketidakcukupan gaji itu karena ia sering mendapat permintaan dari tim pendukung maupun orang dekatnya. “Bukan hanya saya tapi permintaan warga seperti permintaan sapi, itu tidak mencukupi untuk pendapatan saya. Itu yang terjadi pak,” katanya.
Terkait peran Apif Firmansyah dan Asrul Pandapotan Sihotang dalam perkara ini, Zola mengaku mereka berdua yang membantu menyelesaikan uang ketok palu. “Asrul adalah teman saya, karena tidak punya banyak teman di Jambi, makanya saya konsultasi sama dia. Saya beranggapan dia bisa memberikan solusi karena dia tidak PNS ataupun kontraktor, saya juga tahu bagaimana kepiawaian Asrul dalam menyelesaikan masalah” kata Zola.
“Saya minta bantu Apif karena dia orang Jambi, sedangkan saya tumbuh besar di Jakarta. Penilaian saya, dia lebih paham dengan kondisi di Jambi. Kadang untuk keperluan pribadi, saya minta Apif carikan,” tambahnya.
Terkait uang ketok palu 2017, Zola mengaku kaget jika dalam pengesahan harus ada uang, karena Zola tidak punya orang kepercayaan, maka Apif diperintah untuk selesaikan masalah tersbut. “Permintaan pertama tidak secara langsung, cuma saat rapat jelang pengesahan tidak korum, mereka sepertinya memperlambat pengesahan,” ungkap Zola.
Zola menyuruh Apif mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sekitar satu minggu, Apif menemui Zola, dia menyampaikan ada pesan dari Almarhum Zoreman Manap. “Beliau (alm Zoerman Manap, red) juga kebetulan masih keluarga saya. Kata Apif bahwa ada permintaan uang ketok palu. Karena tidak banyak pilihan, saya minta Apif untuk selesaikan masalah ini. Sebab waktu pengesahan RAPBD sudah sangat mepet. Alhasil, Apif dapat menyelesaikan masalah itu,” terang Zola.
Zola mengaku, tidak pernah menanyakan jumlah, didapat dari siapa, dan bagaimana cara mendapatkan. “Terserah diambil dari siapa. Saya baru tahu kalau semua anggota dewan dapat uang sekitar bulan April tahun 2017. Saat itu Kusnindar datang ke rumah dinas, dia mengatakan, Pak Gub, ada beberapa lagi orang yang uangnya kurang. Saat itu, saya katakan, coba diskusi sama Apif karena saya sudah suruh dia untuk selesaikan ini,” jelasnya.
Sebelumnya, Erwan Malik dalam kesaksiannya, menerangkan, tekanan uang palu datang dari pimpinan DPRD Provinsi Jambi. “Setelah bertemu pimpinan dewan, saya sampaikan kepada pak gubernur, kalau dewan minta uang ketok palu. Pertimbangan yang disampaikan, kalau tidak dipenuhi akan berdampak rapbd tidak disahkan dewan,” kata Erwan.
Dampak lain jika RAPBD tidak sahkan, maka akan mempengaruhi pertimbuhan ekonomi Provibsi Jambi. “Karena pembangunan fisik tidak dapat dilakukan. APBD hanya dapat digunakan untuk belanja rutin saja. Secara politik, hubungan tidak harmonis dengan dewan ini tidak baik untuk pak gubernur,” tandasnya.(m)