Kenali.co.id, INTERNASIONAL – Saat ini negara-negara maju sedang melakukan normalisasi kebijakan moneter. Salah satunya Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve.
Hal ini disebut akan berdampak pada negara berkembang. Oleh karena itu Bank Indonesia (BI) melakukan mitigasi terkait dampak potensi risiko global tersebut.
“Apa yang harus dilakukan? Supaya proses normalisasi ini dapat berjalan baik, tetap mendukung ekonomi global yang terus pulih baik dari negara maju, emerging economy maupun secara bersama,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara Seminar Issues in G20: Exit Strategy & Scarring Effect, Kamis (17/2/2022).
Dia menjelaskan ada beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain normalisasi kebijakan khususnya dari negara-negara maju harus dilakukan dengan kalibrasi yang tepat, serta direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik.
Perry menambahkan ini telah dilakukan oleh The Fed. Bank Sentral AS telah mengkomunikasikan rencana mereka untuk menaikkan suku bunga. Kondisi ini membuat negara lain dapat memahami dan melakukan antisipasi untuk langkah ke depan.
Negara Berkembang Perkuat Daya Tahan
Selanjutnya, untuk negara berkembang perlu memperkuat daya tahan agar dampak normalisasi negara maju tetap bisa mendukung pemulihan ekonomi domestik.
Dia mengatakan di Indonesia, Perry mengatakan hal ini membutuhkan bauran kebijakan BI. Menurutnya Indonesia cukup beruntung karena koordinasi pemerintah, BI dan KSSK berjalan sangat baik.
“Tidak hanya dalam percepatan vaksinasi, tapi juga kebijakan-kebijakan moneter, fiskal, KSSK (terkoordinasi) secara baik,” jelas Perry.
Selain itu, agar bisa menghadapi normalisasi kebijakan negara maju, maka negara berkembang perlu menjalin kerja sama antar bank sentral. “Termasuk bilateral currency swap arrangement dan penggunaan bilateral local currency promosi perdagangan dan investasi. Inilah tiga langkah utama untuk menghadapi proses normalisasi,” tambahnya. (Arl/Kenali.co.id)