Pembangunan Kerap Diprotes, Taman Nasional Komodo Disidak UNESCO

Kenali.co.id, WISATA –  UNESCO akhirnya tiba di Labuan Bajo. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB itu mengecek pembangunan Taman Nasional Komodo yang tidak lepas dari protes.

Dilansir dari BBC, UNESCO datang bersama Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Selain melihat kondisi wilayah konservasi itu, mereka juga menemui beberapa pihak yang selama ini memprotes proyek pembangunan wisata di wilayah konservasi itu.

Tim UNESCO yang datang meninjau Resort Loh Buaya adalah Mohammed Djelid (Director of the Regional Bureau for Sciences in Asia and the Pasific) dan Hans Dencker Thulstrup (Senior Programme Specialist UNESCO Office Jakarta). Sementara, tim IUCN yang diterjukan adalah Amran bin Hamzah (profesor dengan bidang keahlian pariwisata berkelanjutan dan pembangunan berkelanjutan) dan Katherine Zisckha (World Heritage Conservation Officer).

Para pegiat mengharapkan kunjungan UNESCO itu dapat berdampak kepada penyelamatan habitat komodo dari ancaman proyek pembangunan itu.

Tim UNESCO dan IUCN mengunjungi Taman Nasional Komodo pada 3-6 Maret 2022. Mereka tiba di Labuan Bajo pada 3 Maret 2022 dan mengunjungi kawasan Taman Nasional Komodo keesokan harinya, yakni 4 Maret 2022.

Ada beberapa lokasi yang dikunjungi, seperti Resort Loh Buaya di Pulau Rinca, Resort Padar Selatan di Pulau Padar, dan Resort Loh Liang di Pulau Komodo.

Lembaga advokasi berbasis penelitian Sunspirit for Justice and Peace mengatakan pihaknya merupakan salah satu organisasi yang diundang untuk memaparkan kondisi Taman Nasional Komodo.

“September 2020 yang lalu kan kita pernah mengirim surat ke sana, kemarin kita coba mempertegas kembali di depan mereka,” kata peneliti Sunspirit for Justice and Peace, Venan Haryanto, kepada BBC.

Pada Juli tahun lalu, Komite Warisan Dunia UNESCO meminta pemerintah Indonesia menghentikan sementara semua proyek infrastruktur di dalam dan sekitar Taman Nasional Komodo.

Baca Juga :  Di NTT, Barisan Relawan Terima Deklarasi Dukungan Nelayan untuk Sandiaga

Alasannya, proyek itu berpotensi berdampak pada nilai universal luar biasa atau Outstanding Universal Value (OUV), salah satu kriteria penilaian UNESCO untuk penetapan warisan dunia.

Tak hanya itu, UNESCO kemudian meminta Indonesia menyerahkan revisi amdal proyek itu yang selanjutnya akan ditinjau kembali oleh IUCN.

Pemerintah Indonesia diminta memberikan informasi rinci dari rencana induk pariwisata terpadu yang menunjukkan bagaimana properti OUV akan dilindungi.

Jakarta juga diminta menunjukkan bagaimana rencana mewujudkan pariwisata massal itu dapat memastikan perlindungan OUV.

Venan Haryanto, peneliti dari Sunspirit for Justice and Peace, yang bertemu dengan asesor dari UNESCO dan IUCN pada Sabtu (5/3), mengatakan pertemuan tersebut sebagai respons dari isu-isu terkini di Taman Nasional Komodo yang pernah disuarakan warga dan beberapa organisasi peduli lingkungan melalui surat-surat kepada UNESCO.

Di depan UNESCO dan IUCN, Venan yang juga mengaku membawa suara masyarakat, mengatakan penolakannya terhadap proyek pembangunan pariwisata di Kawasan Taman Nasional Komodo.

“Ini bicara soal satu-satunya natural habitat satwa komodo yang tersisa di dunia karena itu kehadiran perusahaan yang membangun infrastruktur yang besar dan luas, ini berbahaya,” kata Venan.

“Walaupun mereka bilang bahwa kami membangun di atas zona pemanfaatan. Tidak bisa pakai argumentasi itu.”

Venan menilai pemerintah “tidak pernah paham” bahwa investasi pariwisata di Labuan Bajo dan sekitarnya bisa tumbuh dan berkembang berkat Taman Nasional Komodo.

Untuk itu, Venan meminta kawasan tersebut harus tetap alami.

“Bagaimana ceritanya kalau kita ke dalam, kalau wisatawan ke dalam masuk ke sana sudah ada gedung-gedung yang banyak. Tolong jangan rusak kealamiahan dengan membangun itu,” ujar Venan.

Sejauh ini, ada tiga perusahaan yang mengantongi izin konsesi di Taman Nasional Komodo yang bakal mendirikan usaha dan menyediakan jasa di kawasan seluas belasan hingga ratusan hektare di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, dan Pulau Tatawa.

Baca Juga :  Sejarah Reog Ponorogo Mau Diajukan Indonesia dan Malaysia Sebagai Warisan Budaya ke UNESCO

Dua di antaranya masuk dalam daftar perusahaan konsesi kehutanan untuk dievaluasi. Namun, hasil evaluasi itu belum diketahui.

(Arl/Kenali.co.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *