Pulau Rempang dan Pulau Galang Bermulanya Penaklukan Belanda terhadap Kerajaan Melayu Riau Pada tahun 1784

Pulau Rempang dan Pulau Galang Bermulanya Penaklukan Belanda terhadap Kerajaan Melayu Riau Pada tahun 1784
Pulau Rempang dan Pulau Galang Bermulanya Penaklukan Belanda terhadap Kerajaan Melayu Riau Pada tahun 1784

KENALI.CO.ID – Pulau Rempang dan pulau Galang menyimpan sejarah. Pulai rempang saat ini menjadi perhatian publik, karena peristiwa kekerasan yang bermula perebutan penguasaan tanah dengan masyarakat penduduk.

Pulau Rempang dan Galang Bermulanya Penaklukan Belanda terhadap Kerajaan Melayu Riau Pada tahun 1784. Di lansir dari lama prolkn.id, Di mana menimbulkan rasa tidak puas dan rasa dendam yang mendalam pada beberapa pemimpin Kerajaan Melayu Riau.

Walaupun perlawanan secara terang-terangan tidak dapat di lakukan lagi, secara diam-diam telah di organisir suatu gerakan yang di kenal dengan gerakan Lanun (gerilya di laut). Gerakan ini bertujuan merebut kembali kedaulatan Kerajaan Melayu Riau.

Peristiwa yang di terjadi di pulau Rempang pekan lalu bermula adanya  informasi relokasi seluruh warga di pulau tersebut. Relokasi itu sendiri adalah dalam rangka  mendukung rencana  akan di bangun menjadi kawasan industri, jasa, dan pariwisata bernama Rempang Eco City.

Pemindahan penduduk  ini mendapat penolakan dari 7.500 warga yang menghuni Pulau Rempang. Sebab di mata warga Rempang adalah rumah mereka yang telah berabad lamanya yakni sudah tinggal sejak tahun 1834.

Ini artinya sudah turun temurun  menetap dan membangun pulau tersebut, jika mereka pindah, maka akar budaya mereka akan hilang .

Pulau ini menjadi bagian dari zona berikat Kawasan Industri Batam. Ingin di jadikan pulau in  punya andil besar untuk mewujudkan cita-cita Indonesia yang ingin menjadikan Batam sebagai wilayah yang berdaya saing dengan Singapura.

Pulau ini hanya memiliki dua kelurahan, yakni Rempang Cate dan Sembulang. Kedua kelurahan ini masuk dalam wilayah Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Sejarah Pulau Rempang

Tapi pada tahun 1992, melalui Kepres Nomor 28 Tanggal 19 Juni 1992, pemerintah melakukan perluasan wilayah kawasan industri Pulau Batam. Pulau Rempang dan Pulau Galang lalu menjadi bagian dari wilayah Pulau Batam.

Kawasan tersebut kemudian di kenal dengan Balerang, yakni Batam, Rempang, dan Galang. Pemerintah lalu membangun enam jembatan untuk menghubungkan Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Setokok, Pulau Rempang, dan Pulau Galang.

Rempang adalah sebuah nama pulau yang sekarang masuk dalam tata pemerintahan kota Batam. Sebelumnya, pulau ini berada dalam wilayah pemerintahan kabupaten Kepulauan Riau.

Lokasinya berada tepat berhadapan dengan Pulau Bintan. Dengan luas sekitar 375 km2, pulau Rempang terdiri atas 2 buah desa, yaitu Cate dan Sembulang.  Penduduknya sekitar 3000 jiwa lebih. Sebagian besar hidup sebagai petani dan nelayan.

Baca Juga :  Resmi Daihatsu Umumkan Ayla 2023 Terbaru

Dilansir dari halaman  prolkn.id/sejarah-pulau-rempang-dari-masa-ke-masa. Pulau ini mulai di lirik ketika pulau tetangganya, Galang, di jadikan lokasi penampungan para pengungsi asal Vietnam di dekade 1970-an silam.

Kala itu, belum ada jalur darat langsung yang menghubungkan Batam yang sedang dikembangkan oleh Badan Otorita Batam ke pulau ini. Aksesnya masih menggunakan jalur laut.

Dalam pengembangan pulau rempang ini tentu tidak terlepas dari ide seorang Kepala Otorita Batam pada dekade 80-an, yaitu BJ Habibie yang mempunyai ide cemerlang dengan menggabungkannya dalam sebuah kesatuan Batam – Rempang – Galang .

dengan membuat sebuah Jembatan yang kini kita kenal dengan Jembatan Barelang dengan segala kemegahannya membuatnya  semakin di kenal oleh semua orang banyak.

Apalagi kemudian, saat jembatan ini di buat dengan menghubungkan 3 (Tiga) pulau sekaligus dengan total 6 Jembatan  yang menghubungkan Batam, Rempang hingga pulau Galang.

Sehingga akses jalan ke pulau-pulau tersebut menjadi lebih terbuka dan bisa di kunjungi melalui jalur darat. Di pulau yang lebih di kenal melalui sisi-sisi perairannya.

Baik untuk perlintasan orang zaman dulu, atau pemukiman suku asli melayu di pesisirnya.

Sejarah Pulau Rempang dan Galang tidak lepas dari bermulanya Penaklukan yang di lakukan oleh Belanda terhadap Kerajaan Melayu Riau pada tahun 1784 menimbulkan rasa tidak puas dan rasa dendam yang mendalam pada beberapa pemimpin Kerajaan Melayu Riau.

Disebutkan arsip kolonial Belanda

Walaupun perlawanan secara terang-terangan tidak dapat di lakukan lagi, secara diam-diam telah diorganisir suatu gerakan yang di kenal dengan gerakan Lanun (gerilya di laut).

Gerakan ini bertujuan merebut kembali kedaulatan Kerajaan Melayu Riau. Gerakan-gerakan lanun cukup membuat resah pemerintah Belanda dan Inggris.

Gerakan lanun melakukan aksinya dengan merampok setiap kapal asing yang memasuki perairan Riau. Akan tetapi, kapal-kapal anak negeri tidak di ganggu sama sekali. Pusat-pusat kegiatan lanun ini tersebar di seluruh perairan Riau. Kapal-kapal lanun tidak memiliki tanda pengenal tertentu.

Penyerangan lanun selalu dilakukan secara tiba-tiba di tempat-tempat yang strategis. (berdasarkan info kemendikbud.go.id)

Keberadaan Orang Darat di Pulau Rempang (Batam) di sebutkan dalam sejumlah arsip kolonial Belanda. Pada tanggal 4 Februari 1930, Controleur Onderafdeeling Tanjungpinang, P. Wink mengunjungi Orang Darat di Pulau Rempang.

Catatannya tentang kunjungan dimuat dalam artikel berjudul Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang, 4 Februari 1930.

(Laporan Sebuah Kunjungan ke Orang Darat di Pulau Rempang pada 4 Febaruari 1930).

Baca Juga :  Hari Sumpah Pemuda, Megawati Beri Pesan Khusus ke Generasi Muda

Laporan ini di tulis di Tanjungpinang, 12 Februari 1930 dan di muat dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkunde, Deel LXX Aflevering I,1930. (Berdasarkan info kemdikbud.go.id),

Menurut P Wink, pejabat Belanda di Tanjungpinang sudah lama mengetahui tentang keberadaan Orang Darat ini. Namun, belum ada kontak langsung dengan mereka. Barulah P Wink, pejabat Belanda pertama yang turun langsung menemui Orang Darat ini.

Menurut P Wink, orang Belanda bernama JG Schot dalam tulisannya Indische Gids tahun 1882, di Pulau Rempang ada suku asli yang bernama Orang Darat atau Orang Utan. Menurut legenda, mereka berasal dari Lingga. Namun, tidak ada informasi yang jelas tentang asal usul ini. Orang Darat ini mirip suku asli Johor dan Melaka, yakni Orang Jakun.

Orang Darat di Pulau Rempang hidup di pondok-pondok tanpa dinding dan hanya beratap. Selain tinggal di Pulau Rempang, Orang Darat ada juga yang tinggal di Pulau Batam tapi kemudian seakan hilang karena membaur dengan Orang Melayu.

Dalam kunjungannya ke Pulau Rempang, P Wink mendata jumlah Orang Darat yang ada di sana. Jumlahnya 8 delapan laki-laki, 12 orang wanita dan 16 orang anak-anak.

Menjadi awal pengembangan Kawasan Rempang

Kalau kondisi air pasang, mereka baru mencari kepiting dan lokan. Nantinya di barter dengan orang Tionghoa yang memiliki kebun gambir yang ada di Pulau Rempang.

Tahun 1930, jumlah Orang Darat hanya sekitar 36 jiwa. Sebelumnya informasi dari Tetua Orang Darat di Rempang, Sarip dulunya Orang Darat jumlahnya 300 jiwa.

Pada tahun 2022, pemerintah merilis pertumbuhan ekonomi di Batam mencapai 6,84%, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang sebesar 5,31%.

Pertumbuhan ekonomi Batam di prediksi akan terus meningkat, sejalan dengan upaya optimalisasi pengembangan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam dan Kepulauan Riau.

Baik dengan pemberian tambahan insentif melalui KEK, kepastian dan kemudahan berusaha, penyediaan tenaga kerja yang terampil (skilled labour), serta pengembangan beberapa kawasan yang belum berjalan, seperti Kawasan Rempang dan Kawasan Galang dan Galang Baru.

Program tersebut di harapkan menjadi awal pengembangan Kawasan Rempang sebagai kawasan yang berdaya saing tinggi dalam pengembangan industri, pariwisata, dan jasa. Beberapa langkahnya, seperti memberikan berbagai fasilitas dan insentif, baik fiskal maupun non fiskal.

Kawasan Rempang di harapkan pemerintah dapat menjadi tujuan investasi, terutama investor asing. Sehingga dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah dan regional.

Pengembangan Kawasan Rempang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari arah kebijakan dan langkah-langkah strategis pengembangan Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) yang telah di susun dalam Rencana Induk Pengembangan KPBPB (Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas) .

Baca Juga :  Buruh PT.SJL Duduki Halaman Kantor Disnakerin Batanghari, Aksi Ini Untuk Kedua Kalinya

BBK ( Batam Bintan dan Karimun). Pemerintah sendiri berharap Perpres-nya dapat segera di tetapkan.

“Nah tentu dengan rencana induk ini di harapkan Kawasan Rempang bisa di kembangkan untuk industri, jasa, dan pariwisata, dan di harapkan efeknya bisa berkembang.

koneksi antar pulau sekitar

Tentu Batam Bintan Karimun, termasuk Rempang ini, dekat dengan Singapura dan Malaysia, sehingga di harapkan kita bisa memberikan daya saing yang tinggi di Kawasan tersebut,” kata Menko Airlangga dalam kesempatan itu. (12/04/2023).

Airlangga berharap pengembangan Kawasan Rempang akan dapat memberikan spillover effect kepada kawasan-kawasan lain di sekitarnya. Letak Pulau Rempang yang tidak jauh dari Singapura dan Malaysia, di garapnya akan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara.

Hal ini di tambah dengan peran Indonesia dalam ASEAN Chairmanship pada Tahun 2023 yang akan menunjukkan daya saing Indonesia dan mendukung produktivitas ekonomi di negara ASEAN lainnya.

Rencana investasi ini di lakukan oleh PT Makmur Elok Graha (PT. MEG) yang tidak lain milik seorang pengusaha Bernama Tomy Winata Bos besar Group Artha Graha yang sering di sebut dengan inisial TW.

Secara keseluruhan sampai dengan Tahun 2080 di sebutkan akan mengucurkan investasi sebesar kurang lebih Rp381 triliun. investasi oleh PT. MEG ini di prediksi pemerintah akan mampu menyerap tenaga kerja langsung sejumlah 306.000 orang.

Investasi yang akan di lakukan antara lain industri menengah, industri manufaktur dan logistik,

kawasan pariwisata terintegrasi, serta kawasan perumahan dan perdagangan jasa terintegrasi.

Untuk Tahap I sampai dengan Tahun 2040, akan di realisasikan investasi sekitar Rp29 triliun

dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak kurang lebih 186.000 orang.

Rekrut melalui pengembangan industri manufaktur dan logistik, pariwisata MICE, dan kegiatan perumahan yang di dukung oleh perdagangan dan jasa.

Untuk pengembangan pulau Rempang ini, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi menyebut bahwa Rempang bakal menjadi kawasan industri sekaligus pariwisata yang memiliki “Green Zone”.

Nantinya, kawasan itu juga memberikan kemudahan koneksi antar pulau sekitar serta menyajikan zona pariwisata yang mengedepankan konservasi alam. Ada pula taman burung serta zona sejarah dan kawasan agrowisata terpadu yang memanfaatkan keunggulan alam di pulau tersebut.

 

sumber: