News  

Rodrigo Duterte, Eks Presiden Filipina, Ditahan atas Dugaan Kejahatan Kemanusiaan

KENALI.CO.ID

Internasional – Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditahan di Manila atas Tuduhan Kejahatan Kemanusiaan

Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, ditangkap oleh aparat kepolisian di Manila pada Selasa (11/3) berdasarkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Penangkapan ini terkait dengan dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi selama kampanye kontroversialnya memberantas narkoba, yang menyebabkan ribuan korban jiwa.

Duterte, yang kini berusia 79 tahun, didakwa atas “kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan” oleh ICC. Kampanye anti-narkoba yang dipimpinnya selama masa jabatannya dituding telah menewaskan puluhan ribu orang, terutama dari kalangan masyarakat miskin.

Banyak korban tewas di tangan aparat keamanan maupun kelompok vigilante, seringkali tanpa bukti kuat yang mengaitkan mereka dengan perdagangan narkoba.

Dalam pernyataan resmi, Istana Kepresidenan mengonfirmasi bahwa Interpol Manila telah menerima salinan surat perintah penangkapan dari ICC. “Saat ini, mantan presiden berada dalam tahanan pihak berwenang,” bunyi pernyataan tersebut. Duterte ditangkap setelah tiba di Bandara Internasional Manila usai kunjungan singkat ke Hong Kong.

Selama berada di Hong Kong, Duterte sempat berbicara di hadapan ribuan pekerja migran Filipina pada Minggu (9/3).

Dalam pidatonya, ia mengecam investigasi ICC terhadap dirinya dan menyebut para penyelidik sebagai “anak pelacur.” Meski demikian, ia menyatakan akan menerima penangkapan jika itu adalah takdirnya.

Filipina sebenarnya telah menarik diri dari ICC pada 2019 atas perintah Duterte. Namun, pengadilan internasional ini tetap mempertahankan yurisdiksinya atas kasus-kasus yang terjadi sebelum penarikan tersebut, termasuk operasi pemberantasan narkoba selama masa kepresidenannya dan kasus pembunuhan di Davao, kota tempatnya pernah menjabat sebagai wali kota.

ICC memulai penyelidikan resmi pada September 2021, namun sempat menunda prosesnya dua bulan kemudian setelah pemerintah Filipina mengklaim sedang meninjau ulang ratusan kasus kematian dalam operasi anti-narkoba. Penyidikan dilanjutkan kembali pada Juli 2023 setelah lima hakim ICC menolak keberatan Filipina terkait yurisdiksi pengadilan.

Baca Juga :  Polisi Bongkar Prostitusi di Hotel Mewah, 7 Muncikari Ditangkap

Meski pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr. menyatakan tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan ICC, Wakil Menteri Kantor Komunikasi Presiden, Claire Castro, menegaskan bahwa pemerintah akan memenuhi permintaan bantuan dari Interpol jika diperlukan.

Duterte tetap menjadi figur populer di kalangan masyarakat Filipina yang mendukung pendekatannya yang keras terhadap kejahatan. Ia bahkan berencana mencalonkan diri kembali sebagai wali kota Davao, basis politiknya, dalam pemilihan umum Mei mendatang.

Sejauh ini, hanya sembilan anggota polisi yang dihukum atas kasus pembunuhan dalam operasi anti-narkoba.

Duterte sendiri pernah mengaku sebagai “pembunuh” dan memerintahkan aparatnya untuk menembak mati tersangka narkoba jika dianggap membahayakan. Ia bersikeras bahwa kebijakannya telah menyelamatkan banyak keluarga dan mencegah Filipina menjadi “negara gagal akibat narkoba.”

Dalam sidang Senat Filipina pada Oktober lalu, Duterte dengan tegas menyatakan, “Saya tidak meminta maaf, saya tidak punya alasan. Saya melakukan apa yang harus saya lakukan untuk negara saya.”

 

Tinggalkan Balasan