Gubernur Jambi Al Haris sejak tahun lalu menargetkan masuknya lebih banyak investasi ke Provinsi Jambi. Ia menilai kehadiran investor penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, membuka lapangan kerja, sekaligus mempercepat pembangunan infrastruktur.
Optimisme itu disampaikan Al Haris dalam kegiatan Malam Penganugerahan Jambi Investment Award 2024. Saat itu, ia menegaskan bahwa Jambi membutuhkan semangat kolaborasi dengan para pelaku usaha agar ekonomi daerah bisa terus tumbuh di tahun 2025.
“Kita merasa bangga akan adanya para investor yang masuk ke Jambi. Semoga tahun 2025 investasi lebih meningkat lagi,” kata Al Haris kala itu.
Namun, di lapangan, semangat mendorong investasi belum sepenuhnya berjalan mulus. Sejumlah proyek investasi justru mendapat penolakan masyarakat. Salah satu yang mencuat adalah aksi demonstrasi warga menolak pembangunan stockpile PT SAS di kawasan Jalan Lintas Timur, Sabtu (13/9/2025).
Aksi tersebut berlangsung dengan memblokir jalan raya, menyebabkan kemacetan panjang dan mengganggu aktivitas masyarakat.
Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Sudirman, menegaskan bahwa aspirasi warga tetap ditampung, namun ia mengingatkan agar penyampaian aspirasi tidak sampai merugikan banyak pihak.
“Aspirasi silakan disampaikan, tapi jangan sampai menutup jalan dan mengganggu pengguna lainnya. Yang terpenting, investor harus taat regulasi, jika melanggar tentu akan ditindak,” tegas Sudirman.
Situasi ini mencerminkan dilema yang dihadapi pemerintah daerah. Di satu sisi, pemerintah menargetkan investasi sebagai motor penggerak ekonomi.
Di sisi lain, muncul resistensi masyarakat yang khawatir akan dampak lingkungan, tumpang tindih lahan, hingga ketidakjelasan manfaat langsung bagi warga sekitar.
Hambatan lain juga memperburuk iklim investasi di Jambi, antara lain: Zona merah akibat tumpang tindih kepemilikan lahan dengan sertifikat warga. Kemudian penghambat lain Infrastruktur yang belum optimal sehingga mengurangi daya tarik investor. Stabilitas dan keamanan, karena peristiwa demo, protes, hasutan menimbulkan keraguan terhadap kepastian usaha.
Beberapa pihak bahkan menilai ada praktik tekanan dan intimidasi terhadap investor dengan memanfaatkan isu lingkungan maupun legalitas lahan.
Hal ini, jika dibiarkan, dapat menurunkan kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Jambi.
“Negara tidak boleh kalah oleh tekanan kelompok semacam ini. Kalau dibiarkan, investor akan berpikir dua kali datang ke Jambi,” ujar salah satu pemerhati investasi.
Di sisi lain, kelompok masyarakat sipil seperti Sahabat Alam Jambi justru melihat proyek PT SAS berpotensi membawa manfaat luas. Selain mendukung operasional perusahaan, pembangunan infrastruktur jalan khusus dan pelabuhan TUKS dinilai bisa mendongkrak konektivitas logistik, membuka akses ekonomi baru, serta menciptakan lapangan kerja.
“Kalau proyek ini terganggu, bukan hanya perusahaan yang dirugikan, tapi juga masyarakat kehilangan potensi manfaat jangka panjang,” ungkap perwakilannya.
Kelompok sipil lainya yang ingin tenar justru sebaliknya, menolak investasi dan pembangunan. Nyaris semua pembangunan di Jambi ditolak, sebut saja pembangunan WTC, pasar Angso Duo, JBC, Lippo, Stadion Swarna Bhumi, Islami Centre dan banyak lagi. Bahkan salah satu investor pribumi jambi memilih membangun Hotel di Batam, ketimbang membangunan di daerahnya sendiri.
Situasi tarik-menarik antara kebutuhan investasi dan penolakan warga menunjukkan bahwa tantangan besar masih menanti. Pemerintah harus memastikan kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan keberimbangan antara kepentingan ekonomi dengan aspirasi masyarakat. Tanpa itu, target peningkatan investasi yang dicanangkan Gubernur Jambi bisa terhambat.
oleh: Mukhtadi Putra nusa










